Friday, September 08, 2006
Semalam, Gerhana Bulan di Bosscha
"Gerhana Bulan di Bosscha."


Kabar akan adanya peristiwa Gerhana Bulan pada Jum'at dini hari sekitar jam 00.45 wib. telah tersiar dan terkabar di media cetak maupun media elektronik.
Bagi sebagian orang kejadian ini merupakan peristiwa langka yang tidak boleh dilewatkan. Gerhana bulan merupakan peristiwa alam yang sangat bersejarah, karena peristiwa tersebut tidak setiap tahun dapat dijumpai.
Kamis, 07/09 malam sekitar jam 20.00 kantor riuh merencanakan untuk melihat peristiwa gerhana bulan itu bersama-sama di Observatorium Bosscha. Sebenarnya, sebelum adanya rencana itu, hari Rabu malam penugasan untuk liputan gerhana bulan di Bosscha diserahkan ke Mas Nasrul Alamazis inisial LAM wartawan KOMPAS dari Jakarta dan Rony Ariyanto seorang fotografer dari KOMPAS Jawa Barat. Dari Jakarta ilmuwan Bosscha dikabari via sms kalau KOMPAS akan mengirimkan seorang wartawan dan seorang fotografer.

Namun, dengan rencana liputan plus rekreasi itu menghasilkan dua mobil penuh dengan manusia yang haus akan keingintahuan melihat gerhana lewat teropong bintang di Bosscha. Walhasil, selanjutnya akan membuat ilmuwan Bosscha kaget akan kehadiran banyaknya personil dari Harian KOMPAS.

Berangkat dari kantor dibagi dua kloter keberangkatan didasarkan atas kerjaan yang di"Handle" apa sudah kelar ato belum. Kloter pertama berisi Mbak Elly (Wakabiro), Mas Lam (Wartawan), Rony (Fotografer), Reny (Wartawan Republika), Timbuktu Hartana ato Timmy (wartawan), Indah (Litbang). Kloter kedua berisi Mahdi Muhammad (Wartawan), Wisnu Widiantoro (Fotografer), Iwan maulana (Produksi Iklan), Agoeng P.(Produksi Redaksi), PakDhe Narto (Umum), Nanik (Penyelaras bahasa), dan aku sendiri.

Kloter pertama berangkat lebih dulu karena kerjaan mereka udah pada kelar semua. Setelah itu disusul kloter kedua setengah jam berikutnya. Di perjalanan, Mahdi menjemput kekasihnya yang bernama Yani di daerah Setiabudhi. Abis itu kita mampir ke Circle-K untuk belanja snack dan softdrink buat isi perut. Perjalanan dilanjutkan, sudah masuk dikawasan Lembang dan mobil mulai masuk dikawasan perumahan Bosscha.

Didepan tampak sorot lampu dari mobil Kijang yang ditumpangi kloter pertama tadi. Karena penasaran, maka kami menanyakan alasan mereka balik arah. Ternyata mereka ingin mencari Jagung bakar dulu sambil menunggu tengah malam tiba. Tak ayal rombongan kloter kedua pun mengikuti dari belakang. Arah mobil menuju ke arah Lembang ke arah menuju daerah Gunung Tangkuban Parahu. Deretan pedagang sate kelinci dan jagung bakar terlihat berjajar rapi disepanjang jalan menuju Subang tersebut. Dan akhirnya kita bersama membelokan mobil untuk merapat ke warung-warung pinggir jalan itu.

Kebanyakan dari kita memesan Jagung Bakar Pedes manis. Tapi aku lebih memilih Jagung Bakar Pedes Manis pake diserut dan dikasih taburan keju. Ollaaallaa... mamamia.... alias enak tenan.... Seremnya, warung yang kita singgahi itu berada dipinggir tebing yang bawahnya terlihat berjajar rapi batu nisan makam umum penduduk setempat. Horor banget.... malam Jum'at lagi... jangan-jangan ganggu Kuntilanak beranak... : )

Abis makan and ngobrol ngalor-ngidul, waktu sudah menunjukkan jam 00.00 wib alias Jum'at dini hari. Perjalanan dilanjutkan meluncur ke Bosscha. Tidak lebih dari lima belas menit sudah nyampek di pintu gerbang Bosscha. Dari kejauhan tampak ada bermobil-mobil rombongan lain yang tampak ramai, ternyata rombongan tersebut adalah rombongan guru mgmp ipa dari Kabupaten Siak Riau Sumatera. Rombongan tersebut selain untuk melihat fenomena gerhana bulan misi utamanya adalah untuk mengikuti sosialisasi dihapuskannya Pluto dari susunan tata surya kita.

Ditaman bagian depan tampak kerumunan wartawan Televisi sedang mewawancarai pengunjung Bosscha yang ingin melihat fenomena gerhana bulan. Rombongan KOMPAS langsung masuk ke Observatorium, pertama kali kita disambut oleh Bpk. Taufik kepala Observatorium Bosscha. Lalu beliau mempersilahkan kita mengikuti pemaparan sosialisasi dihilangkannya Pluto dari susunan tata surya kita. Selama sekitar lima belas menit pemapamaran dilakukan dengan menggunakan slide projector diruangan yang remang-remang seperti studio 21 cineplex. Setelah itu semua pengunjung dipersilahkan menikmati fenomena alam luar angkasa lewat teropong bintang yang disediakan untuk umum.

Disamping ruang pengamatan atau ruangan teropong Unitron tampak fotografer KOMPAS Rony dan Iwan maulana sibuk mengabadikan wajah bulan malam itu dengan kamera mereka. Dengan cara tidur telentang diatas tikar yang disediakan petugas Bosscha mereka dari awal hingga akhir tak beranjak dari tempat itu supaya tak ketinggalan momen bersejarah.

Sementara itu aku coba melihat ke teropong bintang yang lebih besar diameternya. Teropong Schmidt Bima Sakti namanya. Dengan atap bangunan yang seperti kubah dan terbuka menganga ke langit malam, sebuah teropong yang terlihat seperti di gambar diatas tampak kokoh untuk merobos angkasa malam saat itu. Wajah bulan tampak dekat sekali dengan kita dan detailnya tak samar lagi. Tak berlama-lama disana karena dipenuhi rombongan guru maka aku kembali ke tempat semula di teropong Refraktor Unitron. Teropong yang berdiameter hanya 102mm dan dengan fokus 1500mm itu ternyata teropong yang paling tua diantara teropong yang ada disana. Tahun produksi 1923 yang terbilang seangkatan dengan Moyang kita masih awet menemani pengunjung menjelajahkan pandangan ke luar angkas.

Sementara fotografer masih asyik mengamati wajah bulan yang berangsur menghitam sedikit demi sedikit aku sibuk makan kacang kulit dan jalan mondar-mandir untuk menghilangkan dingin yang memang menyerang dengan tenang. Dengan samar terdengar kumandang suara takbir layaknya yang kita dengar saat malam Idul fitri atau Idul Adha. Suara itu terdengar dari arah Gegerkalong yang terdapat sebuah pondok pesantren milik Aa' GYM yaitu Ponpes darut Tauhid. Mungkin Jamaah Darut Tauhid sedang mengadakan sholat gerhana atau melakukan ibadah memperingati Nisfu Sya'ban aku kurang jelas, maklum kurang tau masalah agomo.

Pak Hendro yang pernah muncul di film Petualangan Sherina sebagi petugas Bosscha dengan santai melayani pertanyaan kami. Di ruang teropong Unitron beliau juga menawarkan hasil foto-foto yang sudah dijepret langsung via teropong dengan sebuah kamera yang melekat diujung teropong itu. Gambar diupload ke komputer via kabel usb. Tak ayal, gambar yang dihasilkan sangat bagus dan mengesankan.

Pak Hendro juga merasa keheranan dengan kehadiran rombongan kami. "Katanya cuman seorang, koq yang datang malah dua mobil", ucapnya. Enteng aja jawab kami, yang liputan cuman seorang tapi yang lainnya cuman nebeng rekreasi... : ) Disambut senyum Pak Hendro.
Pak Hendro juga heran... wartawan dari media lain sudah pada pulang, kok KOMPAS masih betah disini ya...?
Wong namanya rekreasi pak... nggak liputan... ya betah aja.... ; )


Jam sudah mulai mendekati pukul 3 pagi hari dan gerhana sudah mulai kembali normal. Saatnya Say Good Pagi.... kami pun mulai berpamitan dan tidak lupa berterima kasih atas sambutan hangat Bosscha.
Setelah mengantarkan PakDhe Narto balik ke kantor, rombongan kloter kedua balik arah ke Tamansari buat beli makan Indomie Telor Kornet kalau disingkat "Internet". Abis makan dan perut udah penuh langsung aja pulang ke kantor.

Mata udah mulai ngantuk...... Saatnya micek forever dimulai.......
MERDEKA Micek.... HIDUP Molor....


Labels:

posted by adhi @ 9/08/2006 09:19:00 PM  
1 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
 
About Me


Name: adhi
Home:
About Me:
See my complete profile

Previous Post
Archives
Links
Template by
Free Blogger Templates